– Dua saksi dalam persidangan surat palsu Mahkamah Konstitusi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membeberkan keterlibatan mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Arsyad Sanusi. Panitera Pengganti MK, Muhammad Faiz dan Nalom Kurniawan mendengar pengakuan dari panitera MK, Zaenal Arifin Hoesein, serta terdakwa kasus surat palsu MK Masyhuri Hasan diminta Arsyad untuk menambahkan kata “tambahan”. Dalam kesaksiannya, Faiz mengaku diminta membuat nota dinas sebagai pengantar surat jawaban MK. Dalam nota dinas tersebut dirinya sempat berdiskusi dengan Masyhuri Hasan terkait kata penambahan. Faiz mengaku sempat tidak setuju dengan adanya kata “penambahan”. “Terus Hasan mengeluh kepada saya. Ini (kata penambahan) kemauan Pak Arsyad Sanusi,” ungkapnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 10 November 2011. Sementara itu, saksi lainnya, Nalom Kurniawan mengaku sempat mendengar Zaenal mengatakan Arsyad sempat ngotot bahwa maksud putusan MK No. 84/PHPU.C/VII/2009 tentang perselisihan pemilu DPR RI di Dapil Sulsel I, ada kata penambahan suara. Saat itu, Nalom diminta Zaenal untuk datang ke MK tanggal 17 Agustus 2009. Setelah mengambil salinan putusan di lantai 8 Gedung MK, Nalom menegaskan bahwa yang dimaksud dalam putusan tersebut adalah perolehan suara bukan penambahan. Mendengar penjelasan tersebut, Zaenal sempat bergumam memiliki keyakinan yang sama. Penasaran, Nalom pun bertanya kepada Zaenal kenapa substansi tersebut ditanyakan. “Sebab Pak Arsyad bilang itu penambahan,” ucap Nalom menirukan jawaban Zaenal. Setelah mendapatkan penegasan substansi putusan, Nalom mengaku mendengar Zaenal memanggil Masyhuri dan mendiktekan surat balasan. Usai dicetak dan dimasukkan dalam amplop, Zaenal meminta dirinya dan Masyhuri Hasan untuk mengantarkan surat tersebut ke KPU menggunakan mobil miliknya. “Berkali-kali telepon milik Masyhuri berdering, tapi tidak diangkat. Saya sempat tanya kok tidak diangkat-angkat. Saya lihat nama yang muncul ‘Arsyad’,” jelasnya. Sesampainya di KPU, lanjut Nalom, tidak ada satu pun komisioner. Saat ia melihat Masyhuri menelepon Zaenal untuk meminta arahan akan diapakan surat tersebut, dari gerbang KPU muncul Dewi Yasin Limpo bersama penjaganya bernama Bambang. Perintah Ketua Nalom mengaku bingung dengan kedatangan Dewi. Sebab, yang mengetahui hari itu mereka membuat surat balasan no 112 tertanggal 17 Agustus 2009 hanya bertiga yakni, Zaenal, dirinya, serta Masyhuri. Dewi Yasin Limpo sempat minta agar surat tersebut tidak diserahkan ke KPU.

17 Jan

Pemohon gugatan UU Kepolisian mengajukan permohonan agar Mahkamah Konstitusi tidak lagi melanjutkan perkara judicial review UU Kepolisian. Pemohon mengajukan pencabutan permohonannya.

“Kami memohon pencabutan permohonan karena tidak ada saksi fakta dan ahli,” kata kuasa hukum pemohon, Dorel Almir, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 3 November 2011.

Sebelumnya, pemohon menggugat keberadaan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU Kepolisian, serta Pasal 11 UU Kepolisian. Pasal-pasal itu dinilai menjadi dasar bahwa kepolisian berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pemohon menilai keberadaan Polri di bawah Presiden menimbulkan kesan institusi penegak hukum itu mudah diintervensi penguasa. Pemohon meminta agar keberadaan Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri. Baca lebih lanjut

2 Saksi Beberkan Peran Arsyad dalam Surat MK

17 Jan

Dua saksi dalam persidangan surat palsu Mahkamah Konstitusi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membeberkan keterlibatan mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Arsyad Sanusi.

Panitera Pengganti MK, Muhammad Faiz dan Nalom Kurniawan mendengar pengakuan dari panitera MK, Zaenal Arifin Hoesein, serta terdakwa kasus surat palsu MK Masyhuri Hasan diminta Arsyad untuk menambahkan kata “tambahan”.

Dalam kesaksiannya, Faiz mengaku diminta membuat nota dinas sebagai pengantar surat jawaban MK. Dalam nota dinas tersebut dirinya sempat berdiskusi dengan Masyhuri Hasan terkait kata penambahan. Faiz mengaku sempat tidak setuju dengan adanya kata “penambahan”.

“Terus Hasan mengeluh kepada saya. Ini (kata penambahan) kemauan Pak Arsyad Sanusi,” ungkapnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 10 November 2011.

Sementara itu, saksi lainnya, Nalom Kurniawan mengaku sempat mendengar Zaenal mengatakan Arsyad sempat ngotot bahwa maksud putusan MK No. 84/PHPU.C/VII/2009 tentang perselisihan pemilu DPR RI di Dapil Sulsel I, ada kata penambahan suara.

Saat itu, Nalom diminta Zaenal untuk datang ke MK tanggal 17 Agustus 2009. Setelah mengambil salinan putusan di lantai 8 Gedung MK, Nalom menegaskan bahwa yang dimaksud dalam putusan tersebut adalah perolehan suara bukan penambahan.

Mendengar penjelasan tersebut, Zaenal sempat bergumam memiliki keyakinan yang sama. Penasaran, Nalom pun bertanya kepada Zaenal kenapa substansi tersebut ditanyakan.

“Sebab Pak Arsyad bilang itu penambahan,” ucap Nalom menirukan jawaban Zaenal.

Setelah mendapatkan penegasan substansi putusan, Nalom mengaku mendengar Zaenal memanggil Masyhuri dan mendiktekan surat balasan. Usai dicetak dan dimasukkan dalam amplop, Zaenal meminta dirinya dan Masyhuri Hasan untuk mengantarkan surat tersebut ke KPU menggunakan mobil miliknya. Baca lebih lanjut

Alasan Polisi Nurpati Masih Berstatus Saksi

17 Jan

Kasus dugaan Surat Palsu Mahkamah Konstitusi (MK) kini sudah disidangkan dengan terdakwa mantan Juru Panggil MK, Masyhuri Hasan. Mantan panitera MK, Zaenal Arifin Hoesein juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Baca lebih lanjut

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengatakan dengan diputuskannya mantan juru panggil MK Masyhuri Hasan pidana 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuktikan bahwa benar ada surat palsu. Dan seharusnya, kata Akil, aktor intelektual surat palsu itu diseret pula ke pengadilan. “Konstruksi pembuat surat palsu itu sudah ada dengan adanya vonis Masyhuri Hasan,” ujar Akil di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 3 Januari 2012. Menurut Akil, fakta persidangan yang terungkap bisa dijadikan bukti atau petunjuk untuk mengungkap lebih jauh aktor intelektual surat palsu MK. “Justru putusan ini menjadi pintu masuk untuk mengungkap secara keseluruhan yang selama ini diduga ada mafia pemilu,” kata mantan politikus Partai Golkar itu. “MK memastikan hasil investigasi MK tidak salah. Terjadi pemalsuan surat itu dimulai dari oknum mantan pegawai MK ini,” katanya. Lebih jauh, Akil menegaskan tidak ada alasan lagi bagi penyidik tidak menetapkan mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum Andi Nurpati sebagai tersangka. “Orang yang membuat surat palsu sudah dihukum. Walaupun sekilas disebut dalam putusan itu adalah Andi Nurpati sebagai pengguna itu juga harus diberi tindakan hukum,” katanya. Jika polisi tidak juga menetapkan Andi Nurpati sebagai tersangka, kata Akil, patut diduga polisi memang meghindar untuk menetapkan Andi Nurpati sebagai tersangka. “Maka kloplah, bahwa ada kekuatan lain yang menekan polisi untuk tidak menetapkan Andi Nurpati itu,” katanya. Kubu Masyhuri sendiri menyatakan Andi Nurpati-lah pengonsep surat keputusan KPU yang berdasarkan surat palsu dari MK. Nurpati sendiri menjawab, hal itu memang menjadi tugasnya selaku komisioner. Mabes Polri sendiri, melalui Kepala Divisi Humas Irjen Pol. Saud Usman Nasution, menjelaskan alasan mengapa sampai hari ini mereka tidak meningkatkan status Andi Nurpati. Padahal, salah satu tersangka, Masyhuri, sudah menyebut keterlibatan Nurpati dalam kasus ini. “Untuk kasus ini jelas ada orang yang menggunakan dan ada yang membuat, ada yang menyuruh. Ini harus sejalan. Dari hasil konfrontir kami ini nggak sejalan. Masing-masing berdiri sendiri,” urai Saud dalam konperensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis 8 Desember 2011.

17 Jan

Mantan juru panggil Mahkamah Konstitusi, Masyhuri Hasan, divonis 1 tahun penjara. Masyhuri dinyatakan terbukti melakukan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi.

“Menyatakan saudara Masyhuri Hasan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana memalsukan surat secara bersama-sama,” ujar Ketua Majelis Hakim, Herdi Agusten, saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 3 Januari 2012.

Selain hukuman 1 tahun penjara, Majelis Hakim juga memerintahkan Masyhuri membayar biaya perkara sebesar Rp2 ribu.

Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah merugikan citra Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tinggi negara. Sedangkan hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan di persidangan, terdakwa mengaku terus terang dan menyesali perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum.

Atas putusan ini, Masyhuri menyatakan banding. “Banyak fakta dalam persidangan tidak dipertimbangkan oleh hakim. Hak hukum saya untuk banding. Saya sudah konsultasikan dengan keluarga,” ujarnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Masyhuri Hasan 18 bulan penjara karena sesuai fakta persidangan terbukti ikut bersama-sama membuat surat palsu MK. Baca lebih lanjut

Akil Mochtar: Nurpati Harusnya Jadi Tersangka

17 Jan

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengatakan dengan diputuskannya mantan juru panggil MK Masyhuri Hasan pidana 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuktikan bahwa benar ada surat palsu. Dan seharusnya, kata Akil, aktor intelektual surat palsu itu diseret pula ke pengadilan.

“Konstruksi pembuat surat palsu itu sudah ada dengan adanya vonis Masyhuri Hasan,” ujar Akil di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 3 Januari 2012.

Menurut Akil, fakta persidangan yang terungkap bisa dijadikan bukti atau petunjuk untuk mengungkap lebih jauh aktor intelektual surat palsu MK. “Justru putusan ini menjadi pintu masuk untuk mengungkap secara keseluruhan yang selama ini diduga ada mafia pemilu,” kata mantan politikus Partai Golkar itu.

“MK memastikan hasil investigasi MK tidak salah. Terjadi pemalsuan surat itu dimulai dari oknum mantan pegawai MK ini,” katanya.

Lebih jauh, Akil menegaskan tidak ada alasan lagi bagi penyidik tidak menetapkan mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum Andi Nurpati sebagai tersangka. “Orang yang membuat surat palsu sudah dihukum. Walaupun sekilas disebut dalam putusan itu adalah Andi Nurpati sebagai pengguna itu juga harus diberi tindakan hukum,” katanya. Baca lebih lanjut

Nasional Mabes Polri: Andi Nurpati Tak Bisa Tersangka

17 Jan

Markas Besar Polri tidak dapat menetapkan politisi Partai Demokrat Andi Nurpati sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi. Alasannya, hingga kini penyidik belum memiliki bukti yang cukup untuk menjerat yang bersangkutan.

“Sepanjang tidak ada alat bukti lain, kami tidak akan melangkah sampai ke situ. Belum ada unsur kami proses sebagai tersangka,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Saud Usman Nasution di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 4 Januari 2011.

Saud mengatakan meskipun ada desakan untuk menetapkan Andi Nurpati sebagai tersangka, namun jika tidak ada bukti maka hal itu tidak memiliki dasar hukum. Polri tegaskan tidak bisa diintervensi siapapun.

“Penyidik tidak akan bisa diintervensi. Siapapun mendesak tidak akan bisa tanpa bukti. Kalau ada bukti dan saksi silakan sampaikan. Kami tidak bisa memaksakan seseorang yang tidak bersalah,” jelas mantan Kepala Detasemen Khusus 88 Anti-Teror Mabes Polri ini.

Kemarin, mantan juru panggil MK, Masyhuri Hasan, divonis 1 tahun penjara. Masyhuri dinyatakan terbukti melakukan pemalsuan surat MK. Baca lebih lanjut

MK Tolak Permohonan 4 Perusahaan Perikanan

17 Jan

Mahkamah Konstitusi menolak permohonan empat perusahaan perikanan yang mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang Melakukan Pemungutan Pajak Ganda.

Pemohonan uji materi itu diajukan oleh PT. West Irian Fishing Industries, PT. Dwi Bina Utama, PT. Irian Marine Product Development, dan PT. Alfa Kurnia.

“Dalil permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum. Menyatakan menolak permohonan para pemohon,” ujar Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa 17 Januari 2012. Menurut Mahkamah, pembentukan UU PBB dan UU Perikanan merupakan amanat konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 23A UUD 1945.

“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang. UUD 1945 telah membedakan antara pajak dan pungutan, yang keduanya merupakan sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pembangunan dalam rangka untuk memajukan kesejahteraan umum,” kata majelis hakim.

Sebelumnya, para pemohon mempersoalkan Pasal 4 ayat (1) UU PBB yang berbunyi, “Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.”

Menurut pemohon, pasal itu dianggap telah menimbulkan beban pungutan ganda, yakni pengenaan PBB usaha perikanan dan pungutan hasil produksi perikanan sesuai Pasal 48 ayat (1) UU No. 31/2004 tentang Perikanan (PNPB) yang diubah dengan UU No. 45/ 2009.

Empat perusahaan perikanan itu meminta hanya dikenakan pungutan tanpa dibebani PBB, karena dirasa memberatkan dan merugikan hak konstitusional pemohon sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Oleh karena itu, pemohon meminta agar Pasal 4 ayat (1) UU PBB dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dijadikan dasar hukum pengenaan PBB usaha perikanan atau PBB Laut terhadap perusahaan penangkapan ikan (konstitusional bersyarat). Baca lebih lanjut

Mendikbud: Rp20,4 Triliun untuk Sekolah Rusak

17 Jan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyiapkan anggaran sebesar Rp20,4 triliun untuk membangun sekolah rusak. Sementara total seluruh sekolah rusak di Indonesia mencapai 131 ribu.

“Ya kalau roboh ya dibangun, jadi begini kalau urusan sekolah rusak, kalian tampilkan setiap hari nggak akan habis. Karena totalnya itu 131 ribu. Tahun 2011-2012 itu dimulai untuk penganggaran,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh di Mabes Polri, Selasa 17 Januari 2012.

Dana itu, kata Nuh, sudah digunakan sejak tahun 2011-2012. Dana tersebut, kata dia, diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). “Insya Allah tahun 2012 sudah selesai dibangun,” kata dia. Baca lebih lanjut

Polisi Tangkap 2 WNA Pembuat Uang Palsu

17 Jan

Kepolisian RI menangkap dua pengedar dan pembuat uang palsu. Mereka berinisial YM warga negara Zambia dan TJ warga negara Mozambik. Baca lebih lanjut

“Nyanyian” Rosa, Menteri Andi Siap Diperiksa

17 Jan

Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng membantah “nyanyian” terpidana kasus suap Wisma Atlet SEA Games, Mindo Rosalina Manulang, bahwa ada dana dari Muhammad Nazaruddin mengalir ke tim suksesnya dalam Kongres Demokrat di Bandung 2010 lalu. Baca lebih lanjut